Selasa, 28 April 2009

The Nice Song

bagaimana kau merasa bangga

akan dunia yang sementara

bagai manakah bila semua

hilang dan mati meninggla kan diri mu

bagimanakah bila saat nya

waktu terhenti takkau sadari

masikah ada jalan bagi mu untuk kembali

mengulang ke masa lalu

dunia….dipunuhi dengan hiasan

semua..dan sgala yang ada

akan kembali pada nya

bila waktu tlah memanggil

teman sejati hanyalah

bila waktu tlah terhenti

teman sejati tianggalah sepi…



Koleksi Opick yang lain.
Download mp3 & lirik lagu Opick Bila Waktu Tlah Berakhir
Free Download MP3

Jumat, 30 Januari 2009

MY RESEARCH


THESIS

PENYUSUNAN ALGORITMA PENDUGA KONSENTRASI CHL-a 
DARI CITRA KAMERA DIGITAL

OLEH

SYAIFUL RAMADHAN HARAHAP

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN
PROGRAM PASCASARJANA 
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2007
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
 Salah satu mikroorganisme yang menghuni hampir setiap ruang dalam massa air yang dapat dicapai oleh sinar matahari (zona eufotik) dan merupakan komponen flora yang paling besar peranannya sebagai produsen primer di suatu perairan adalah fitoplankton (Komariah, 2002). Sifat khas dari fitoplankton adalah dapat berkembang secara berlipat ganda dalam jangka waktu yang relatif singkat, tumbuh dengan kerapatan tinggi, melimpah dan terhampar luas (Nontji, 1984).
 Fitoplankton sendiri merupakan jenis alga yang memiliki Chl-a (dibaca: Chl-a) yaitu merupakan pigmen fotosintesis utama yang terdapat pada semua kelas alga. Chl-a dalam tumbuhan menurut Manoppo (2003) dijelaskan terdapat dalam bentuk a,b,c,d, dan e. Chl-a adalah salah satu pigmen fotosintesis yang paling penting bagi tumbuhan yang ada di perairan khususnya fitoplankton. Karenanya hasil pengukuran kandungan Chl-a sering digunakan untuk menduga biomassa fitoplankton yang merupakan indikator produktivitas suatu perairan sehingga sangat berguna bagi kegiatan budidaya perairan.
 Dalam kaitan untuk kegiatan pengukuran konsentrasi Chl-a di perairan selama ini dilakukan secara konvensional (secara langsung atau yang disebut in situ) dan metode non konvensional (secara tidak langsung menggunakan satelit penginderaan jauh). Penelitian konvensional tentang pola sebaran Chl-a secara detail sulit diamati dan menyita waktu dalam proses analisisnya. Selain itu penggunaan metode konvensional dalam mengukur Chl-a sangat tidak efesien dari segi waktu maupun biaya, penanganan dalam pengawetan sampel yang cukup merepotkan, terutama apabila lokasi pengambilan sampel jauh dari laboratorium atau tempat untuk menganalisis sampel Chl-a tersebut. Sering terjadi kesalahan dalam penanganan sampel sehingga data yang didapat tidak lagi representatif dengan keadaan sebenarnya. Kerepotan lainnya adalah dalam melakukan penyaringan sampel air yang membutuhkan waktu yang lama (bisa mencapai 2-3 jam/sampel) terutama untuk sampel yang mempunyai densitas Chl-a yang padat ditambah lagi dalam melaksanakan analisis konsentrasi Chl-a kita bergantung kepada alat-alat laboratorium yang tergantung kepada aliran listrik dan memerlukan pemahaman yang cukup dalam penggunaan alat-alat tersebut, sehingga para stakeholder biasanya menggunakan jasa para laboran dalam mendeteksi Chl-a, mengingat rumitnya analisa sampel Chl-a yang bersifat sensitif terhadap perubahan lingkungan.
 Penggunaan satelit penginderaan jauh menghasilkan data secara multi temporal (merekam data dalam waktu yang berbeda) dan multi spektral (merekam data pada panjang gelombang yang berbeda) disuatu perairan pada waktu yang sama, serta dapat mencakup luasan yang sangat luas. Akan tetapi penggunaan satelit penginderaan jauh ini sangat tergantung kepada cuaca dan luasan area yang akan diteliti. Selain itu harga data citranya cukup mahal.
 Pentingnya data-data kualitas air terutama data Chl-a untuk memonitoring kualitas air suatu lingkungan perairan secara kontinu serta mengingat fasilitas laboratorium yang digunakan dalam menganalisa sampel Chl-a tidak selalu terdapat pada setiap daerah dan tidak semua stakeholder dapat menggunakan alat-alat laboratorium tersebut, sehingga sangat diperlukan sebuah alat yang dapat dijadikan alternatif dalam mengukur Chl-a suatu perairan. Alat yang dijadikan alternatif tersebut haruslah memenuhi kriteria praktis, efektif serta efesien dalam penggunaannya sehingga permasalahan yang timbul dari cara pengukuran konvensional dan teknologi penginderaan jauh dapat teratasi. 
 Seiring perkembangan teknologi lahirlah sebuah alat yang diberi nama Kamera Digital yang tujuan utama penciptaannya adalah untuk bidang fotografi. Kamera digital sendiri adalah modifikasi dari kamera konvensional, hanya saja pada kamera digital ini media penyimpanan hasil rekaman citra yang di foto tidak lagi menggunakan media film polaroid akan tetapi menggunakan media kartu digital yang sering disebut kartu memory (memory card). Hasil foto dari kamera digital ini sendiri berupa citra digital yang merekam informasi nilai spektral dari objek yang direkamnya.
 Kamera digital sendiri memiliki sensor digital yang mempunyai panjang gelombang tertentu dalam memancarkan gelombang elektromagnetik dan merekam objek yang direkam dalam panjang gelombang tertentu pula. Dalam kaitannya dengan objek yang ditangkap ternyata data citra dari kamera digital sendiri mempunyai nilai spektral (untuk melihat nilai spektralnya harus menggunakan software komputer tertentu dalam penelitian ini adalah software Adobe Photoshop 7.0). Dengan demikian proses perekaman citra yang dilakukan oleh kamera digital sama dengan proses perekaman citra dari satelit penginderaan jauh. Hanya saja satelit penginderaan jauh mempunyai panjang gelombang yang lebih banyak dan mempunyai spesifikasi khusus untuk memantau objek tertentu sedangkan panjang gelombang kamera hanya terdiri dari tiga saluran yaitu pada panjang gelombang Merah (R), Hijau (G) dan Biru (B).
 Dari panjang gelombang kamera digital (R,G,B) yang dibandingkan dengan panjang gelombang satelit penginderaan jauh yang digunakan dalam mendeteksi Chl-a perairan didapatkan panjang gelombang dengan range yang hampir sama. Untuk itu penulis ingin mencoba membuat suatu riset dengan menghubungkan citra kamera digital dengan nilai Chl-a melalui pendekatan model statistik yang diharapkan nantinya dapat menjadi suatu alternatif dalam mengukur konsentrasi Chl-a. Kamera digital sendiri selain bersifat praktis juga mempunyai harga yang terjangkau serta dapat digunakan secara kontinu meskipun tidak dapat mencakup area yang luas akan tetapi dapat mempercepat proses pendekteksian konsentrasi Chl-a pada perairan. Dalam hal ini kamera digital yang akan digunakan adalah kamera digital Cannon Power Shot A60 2.0 Megapixsels dengan mengasumsikan kamera tersebut mempunyai panjang gelombang saluran R, G, B, mempunyai kisaran panjang gelombang yang sama dengan panjang gelombang band 1, 2, dan 3, pada citra Landsat 7 ETM+. Panjang gelombang masing-masing saluran band 1, 2, dan 3 adalah 400-500 nm, 500-600 nm, dan 600-700 nm yang merupakan kisaran panjang gelombang yang peka terhadap warna Chl-a. 
 Hal tersebut juga berdasarkan kepada metode pendugaan Chl-a dengan menggunakan satelit penginderaan jauh di perairan yang tidak diukur secara langsung oleh sensor satelit penginderaan jauh, akan tetapi nilai konsentrasinya didapat dari algoritma yang telah dikembangkan oleh beberapa ilmuan tentang hubungan reflektansi spektral dengan konsentrasi Chl-a pada perairan. Sama halnya dengan kamera digital untuk menentukan konsentrasi Chl-a tidaklah secara langsung dapat diukur, melainkan akan dilakukan pendekatan statistik melalui regresi maupun korelasi reflektansi spektral dengan konsentrasi Chl-a untuk mendapatkan algoritma penduga sebaran Chl-a dengan menggunakan kamera digital.
 Penelitian untuk memanfaatkan kamera digital ini juga pernah dilakukan untuk perairan Teluk Jakarta dan berhasil mendapatkan algoritma Chl-a untuk perairan laut dengan selang kepercayaan 95% dan 99% (Nur, 2005). Akan tetapi algoritma ini hanya berlaku dan dapat digunakan pada saat penelitian itu saja atau asumsi pada musim yang sama. Hal ini disebabkan karena pengambilan citra kamera digital yang dilakukan pada penelitian tersebut dilakukan langsung, sehingga terjadi bias jarak pemotretan, intensitas cahaya matahari serta riak air. Berdasarkan hal tersebut pada penelitian ini akan mencoba untuk menemukan algoritma Chl-a untuk perairan tawar dalam skala kolam yang relatif tenang dengan jarak pengambilan citra yang ditentukan. 

1.2. Perumusan Masalah
     Pendeteksian konsentrasi Chl-a yang dilakukan selama ini masih menggunakan cara konvensional yang sangat memerlukan ketelitian dan keahlian yang memadai, biaya yang cukup tinggi, peralatan laboratorium untuk analisa serta harus dilakukan secara in situ (dianalisis langsung setelah pengambilan sampel) mengingat sampel Chl-a sangat rentan terhadap perubahan lingkungan. 
      Adanya teknologi penginderaan jauh dalam mendeteksi kualitas perairan (Ocean Colour) juga belum dapat membantu untuk mendapatkan data Chl-a secara real time, selain disebabkan oleh pengaruh cuaca dan gangguan atmosferik lainnya, juga disebabkan karena resolusi piksel dari citra satelit yang cukup besar sehingga tidak dapat digunakan dalam mendeteksi Chl-a kolam, waduk ataupun genangan perairan lainnya yang mempunyai ukuran luas yang kecil, ditambah lagi harga citra satelit yang cukup mahal.
     Seiring perkembangan teknologi terciptalah kamera digital yang pada dasarnya diciptakan untuk bidang fotografi. Dimana pada kamera digital ternyata memiliki spesifikasi panjang gelombang (band R, G, dan B) yang diasumsikan sensitif terhadap Chl-a. Untuk itu perlu diteliti sejauh mana kepekaan sensor kamera terhadap Chl-a serta perlu diketahui pada panjang gelombang mana (band R, G dan B) yang paling sensitif untuk mendeteksi konsentrasi Chl-a perairan sehingga dapat disusun algoritma konsentrasi Chl-a dengan menggunakan citra kamera digital yang pada akhirnya dapat dijadikan alat alternatif dalam mengukur konsentrasi Chl-a perairan.
 
1.3. Tujuan Penelitian
      Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaataan sensor kamera digital dalam mendeteksi konsentrasi Chl-a perairan (terutama kolam) dan menyusun algoritma penduga konsentrasi Chl-a perairan dengan menggunakan kamera digital.

1.4. Manfaat Penelitian
      Manfaat dari penelitian ini adalah didapatkannya model statistik yang berupa algoritma penduga konsentrasi Chl-a perairan dengan menggunakan kamera digital. Produk akhir dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan model alternatif dalam mendeteksi konsentrasi Chl-a perairan dengan cara pengambilan citra kamera digital, kemudian dilakukan konversi (band R, G, dan B) citra kamera dengan pendekatan komputerisasi sederhana dan diinputkan ke dalam algoritma yang didapat dari penelitian ini sehingga dapat diketahui konsentrasi Chl-a perairan. Dengan keunggulan praktis, dapat menghemat waktu dan biaya, kemudahan dalam melakukan pengulangan (data real time) serta tidak memerlukan keahlian khusus dalam penggunaannya, algoritma kamera digital ini dapat dipakai oleh seluruh stakeholder yang memerlukan data kualitas air ditinjau dari konsentrasi Chl-a secara efektif dan efesien.  




Selasa, 27 Januari 2009

DAMAI SAUDARAKU SUBURLAH BUMIKU...MAKE A BETTER PLACE HONEY


 Lestari alamku..lestari desaku dimana Tuhanku menitipkan aku..nyanyi bocah-bocah di kala purnama nyanyikan pujaan untuk nusa…Damai saudaraku suburlah bumiku..Ku ingat ibuku pernah dongengkan cerita..kisah tentang jayanya nusantaraku yang lama tentang kemakmuran dan kealamian ada di sana 

Mengapa tanahku rawan kini..bukit-bukitpun telanjang berdiri..pohon dan rumput-rumput enggan bersemi kembali burung-burungpun malu bernyanyi…!!!

Ku ingin bukitku hijau kembali..semak rumputpun tak sabar menanti..doakan ku panjatkan hari-demi hari..sampai kapankah keadaan kan begini…!!!

APA KATA DUNIA….!!!!????


  
 

Rabu, 21 Januari 2009

VEGETARIAN MELAWAN GLOBAL WARMING

Kontribusi Kecil Demi Iklim yang Lebih Baik

Mungkin judul diatas sedikit menggugah keterheranan Anda atau mungkin sedikit menggelitik syaraf lelucon Anda yang akan membuat Anda tersenyum simpul ketika membacanya. Hal tersebut wajar adanya ketika kita dihadapkan kepada hal-hal kecil yang tidak kita perhatikan sebelumnya atau bahkan tidak pernah terlintas dalam logika berpikir yang ternyata hal kecil tersebut memiliki manfaat yang besar bukan hanya bagi pribadi tetapi untuk kemaslahatan ummat sedunia.


Anda tentunya masih bertanya-tanya apa sih hubungannya antara kebiasaan untuk mengkonsumsi sayur-sayuran (Vegetarian) dengan krisis iklim dunia atau yang lebih kerennya di sebut dengan istilah Global Warming…? Untuk itu mari kita lihat laporan dari PBB pada bulan November 2006 yang memberikan laporan yang mencengangkan sekaligus mengejutkan yang berhasil membuka mata dunia bahwa ternyata 18% dari emisi gas rumah kaca bersumber dari aktifitas pemeliharaan ayam, sapi, babi, dan hewan-hewan ternak lainnya. Yang mungkin membuat Anda lebih terkejut adalah angka diatas ternyata melebihi angka emisi yang disebabkan oleh sarana transportasi seperti mobil, sepeda motor, truk-truk besar, pesawat terbang, dan semua sarana transportasi lainnya yang hanya menyumbang 13% emisi gas rumah kaca. TERKEJUTKAH ANDA????
Saya yakin Anda pasti terkejut mengetahui kenyataan ini..! Coba bayangkanlah kenyataan ini: Ternyata penghasil utama emisi gas berbahaya yang mengancam kehidupan planet yang kita cintai ini bukanlah mobil, sepeda motor, ataupun truk dan bis dengan polusinya yang menjengkelkan Anda. Akan tetapi emisi berbahaya itu datang dari sesuatu yang nampak sederhana, tidak berdaya, dan nampak lezat di meja makan Anda yang selalu menggugah selera Anda untuk menyantapnya. Yaitu daging!

Mungkin bagi Anda hal ini sangat berlebihan. Tetapi ketahuilah bahwa laporan ini bukan dirilis oleh sekelompok ilmuwan paranoid yang tidak kompeten, ataupun peneliti dari tingkat universitas lokal. Laporan ini dirilis langsung oleh PBB melalui FAO (Food and Agriculture Organization— Organisasi Pangan dan Pertanian) Se-dunia.

Saya yakin Anda agak sulit untuk membayangkan bagaimana mungkin seekor anak ayam yang terlahir dari telurnya yang begitu rapuh, yang terlihat begitu kecil dibandingkan luasnya planet ini, bisa memberikan pengaruh yang begitu besar pada perubahan iklim. Jawabannya adalah karena jumlah mereka mereka yang spektakuler banyaknya. 
Menurut laporan tersebut Negara adidaya seperti Amerika Serikat saja selalu menjagal tidak kurang dari 10 miliar hewan darat setiap tahunnya angka tersebut belum termasuk golongan White beef seperti ikan atau hewan laut lainnya. Bisa Anda bayangkan berapa jumlah total bila di akumulasi dengan kebutuhan daging seluruh dunia. Pasti akan memberikan angka yang spektakuler bukan..??
Saya ingin sedikit membantu Anda untuk membayangkan bagaimana bisa sektor peternakan dapat menghasilkan emisi yang luar biasa, simaklah beberapa poin berikut ini:
1Pemeliharaan hewan ternak memerlukan energi listrik untuk lampu-lampu dan peralatan pendukung peternakan, mulai dari penghangat ruangan, mesin pemotong, dll. Salah satu inefisiensi listrik terbesar adalah dari mesin-mesin pendingin untuk penyimpanan daging. Baik yang ada di peternakan maupun yang ada di titik-titik perhentian (distributor, pengecer, rumah makan, pasar, dll) sebelum daging tersebut tiba di rumah/piring makan Anda. Anda tentu tahu bahwa mesin-mesin pendingin adalah peralatan elektronik yang sangat boros listrik/energi.
2Transportasi yang digunakan, baik untuk mengangkut ternak, makanan ternak, sampai dengan elemen pendukung peternakan lainnya (obat-obatan dll) menghasilkan emisi karbon yang signifikan.
3Peternakan menyedot begitu banyak sumber daya pendukung lainnya, mulai dari pakan ternak hingga obat-obatan dan hormon untuk mempercepat pertumbuhan. Mungkin sepintas terlihat seperti pendukung pertumbuhan ekonomi. Tapi dapatkah Anda membayangkan berapa banyak lagi emisi yang dihasilkan tiap industri pendukung tersebut? Perekonomian yang maju tidak ada lagi artinya kalau planet kita hancur! Masih banyak sektor-sektor industri ramah lingkungan yang bisa dikembangkan di dunia ini. Jadi mengapa harus mengembangkan sektor yang membahayakan kehidupan kita semua?
4Peternakan membutuhkan lahan yang tidak sedikit. Demi pembukaan lahan peternakan, begitu banyak hutan hujan yang dikorbankan. Hal ini masih diperparah lagi dengan banyaknya hutan yang juga dirusak untuk menanam pakan ternak tersebut (gandum, rumput, dll). Padahal akan jauh lebih efisien bila tanaman tersebut diberikan langsung kepada manusia. Peternakan sapi saja telah menyedot makanan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan kalori 8,7 miliar orang! Lebih dari jumlah populasi manusia di dunia. Kelaparan Dunia Tidak Akan Terjadi Jika Semua Orang Bervegetarian.

Sebuah penelitian menyebutkan bahwa seorang vegetarian menyelamatkan hingga setengah hektar pepohonan setiap tahunnya! Hutan hujan tropis mengalami penggundulan besar-besaran untuk menyediakan lahan peternakan. Lima puluh lima kaki persegi hutan tropis dihancurkan hanya untuk menghasilkan satu ons burger! Perusakan hutan sama dengan memperparah efek pemanasan global karena CO2 yang tersimpan dalam tanaman akan terlepaskan ke atmosfer bersamaan dengan matinya tanaman tersebut.
5Hewan-hewan ternak seperti sapi adalah polutan metana yang signifikan. Sapi secara alamiah akan melepaskan metana dari dalam perutnya selama proses mencerna makanan (kita mengenalinya sebagai bersendawa—glegekan kata orang jawa). Metana adalah gas dengan emisi rumah kaca yang 23 kali lebih buruk dari CO2. Dan miliaran hewan-hewan ternak di seluruh dunia setiap harinya melakukan proses ini yang pada akhirnya menjadi polutan gas rumah kaca yang signifikan. Tidak kurang dari 100 milliar ton metana dihasilkan sektor peternakan setiap tahunnya! 
6Limbah berupa kotoran ternak mengandung senyawa NO (Nitrogen Oksida) yang notabene 300 kali lebih berbahaya dibandingkan CO2. Pertanyaannya adalah: Memangnya seberapa banyak kotoran ternak yang ada? Di Amerika Serikat saja, hewan ternak menghasilkan tidak kurang dari 39,5 ton kotoran per detik! Bayangkan berapa banyak jumlah tersebut di seluruh dunia! Jumlah yang luar biasa besar itu membuat sebagian besar kotoran tidak dapat di proses lebih lanjut menjadi pupuk atau hal-hal berguna lainnya, akhirnya yang dilakukan oleh pelaku industri peternakan modern adalah membuangnya ke sungai atau ke tempat-tempat lain yang akhirnya meracuni tanah dan sumber-sumber air. Kontribusi gas NO dari sektor peternakan sangatlah signifikan!

SO WHAT WE CAN DO..???

Lakukanlah sesuatu! Hal kecil yang dapat memberikan manfaat terhadap krisis iklim ini adalah dengan cara merubah prilaku mengkonsumsi daging yang menjadi kebiasaan kita menjadi mengkonsumsi sayuran hijau atau dengan kata lain JADILAH VEGETARIAN! 
Inilah kontribusi yang terbaik yang bisa Anda lakukan bila Anda ingin menyumbangkan sesuatu bagi usaha dunia mengerem pemanasan global, disamping dari segala penghematan energi yang Anda lakukan.

Penelitian Universitas Chicago telah menunjukkan bahwa seorang vegetarian dapat mengurangi emisi karbon hingga 1,5 ton setiap tahunnya! Fantastis bukan..?? Yang lebih fantastis lagi adalah ternyata jumlah tersebut bahkan lebih besar daripada Anda mengganti mobil Anda dengan Toyota Prius yang menurut penelitian dapat menghemat 1 ton emisi karbon setiap tahunnya. Yang lebih hebat lagi adalah usaha untuk merubah diri Anda menjadi vegetarian tidak membutuhkan biaya apa-apa, bahkan menghemat anggaran belanja Anda. Bandingkan dengan membeli mobil ramah lingkungan yang harganya sangat mahal dan hanya bisa dijangkau oleh orang-orang berduit. Tetapi yang lebih penting lagi adalah jangan pernah anda berpikir bahwa Anda sendirian tidak akan dapat membuat perbedaan, karena telah banyak orang di luar sana yang sudah melakukannya. Jadikanlah Anda sebagai contoh bagi mereka-mereka. Karena dari informasi dan contoh nyata dari Anda akan dapat menginspirasi ratusan bahkan ribuan orang lainnya. 

Seperti yang saya kemukakan di awal tulisan ini tentang judul yang dapat menggelitik syaraf anda sehingga membuat anda tersenyum simpul, yang saya tekankan disini adalah bahwa tulisan ini bukanlah sebuah candaan ataupun pujian yang dibuat-buat: akan tetapi untuk menstimulus Anda semua yang merupakan calon-calon penyelamat dunia ini dengan hal yang begitu kecil namun dapat menginspirasi orang-orang di sekitar anda bahkan dunia. Seribu orang yang beralih ke pola makan vegetarian sama dengan pengurangan 1.500 ton emisi karbon per tahun. Bila 10% saja dari penduduk Indonesia bervegetarian, kita telah mengurangi sedikitnya 30 juta ton emisi karbon per tahun! Suatu angka penghematan yang sangat fantastis! Alasan bervegetarian saat ini bukan lagi hanya karena Anda sok baik/ peduli pada nasib hewan. Bukan hanya karena Anda sok suci/spiritual. Bukan juga hanya karena Anda peduli pada kesehatan Anda, tetapi lebih dari itu: Anda ingin hidup lebih lama di planet ini dan Anda ingin mewariskan masa depan yang layak bagi Anak cucu Anda kelak! Walapun sebenarnya anggapan bahwa planet ini adalah warisan nenek moyang merupakan pernyataan yang kurang tepat, karena planet ini merupakan titipan anak cucu kita yang harus kita jaga kelestariannya. Tapi yang jelas entah apa yang akan dipikirkan oleh anak cucu kita kelak ketika mereka tahu bahwa masa suram yang mereka jalani di masa depan adalah buah dari ketidakpedulian dari orang tua mereka.

Berubah dan lakukan sekarang...! apalah artinya Anda mengganti sepotong empal dengan sepotong tahu, bila hal ini berhubungan langsung dengan keselamatan Anda, dan juga masa depan anak cucu Anda. Hanya konsep sesederhana ini Anda telah berkontribusi dalam menyelamatkan dunia. Mulai dari sekarang Lepaskanlah daging dari piring makan Anda! Atau minimal kurangi intensitas mengkonsumsinya karena baik bagi Anda juga baik bagi bumi kita. 

Ketika Anda merasa cuaca tak bersahabat, bencana terjadi dimana-mana, atau ketika Anda selesai membaca artikel ini, coba Anda renungkan kembali apa yang baru saja Anda makan tadi malam atau pada saat sarapan pagi ini.

JADILAH VEGETARIAN KARENA BAIK UNTUK KESEHATAN ANDA JUGA BAIK UNTUK BUMI KITA....SAVE OUR EARTH OR NEVER

Jumat, 16 Januari 2009

EFEK RUMAH KACA

Atmosfer
Atmosfer adalah lapisan udara yang menyelimuti planet bumi. Atmosfer bumi terdiri dari beberapa gas antara lain
nitrogen, oksigen, karbon dioksida; ditambah dengan uap air dan zat-zat lain, seperti debu, jelaga, dan
sebagainya.Lapisan-lapisan Atmosfer
Atmosfer bumi terdiri dari berbagai lapisan, yaitu berturut-turut dari lapisan bawah ke atas adalah troposfer, stratosfer,
mesosfer, dan termosfer.Troposfer adalah lapisan terendah yang tebalnya kira-kira sampai dengan 10 kilometer di atas
permukaan bumi. Dalam troposfer ini terdapat gas-gas rumah kaca yang menyebabkan efek rumah kaca dan
pemanasan global.Stratosfer adalah lapisan kedua dari bumi yang tebalnya kira-kira 10 kilometer sampai dengan 60
kilometer di atas permukaan bumi. Di stratosfer terdapat ozon yang melindungi bumi dari bagian sinar matahari yang
berbahaya (sinar ultraviolet) Perusakan Lapisan Ozon. Fungsi Atmosfer
Setiap kali menghirup udara, manusia diingatkan bahwa tidak dapat hidup tanpa udara.
Udara bersih adalah kebutuhan fisik manusia, Hubungan Timbal-Balik antara Manusia dan Lingkungan dan
Kependudukan.
Atmosfer membuat suhu bumi sesuai untuk kehidupan manusia.
Dengan adanya efek rumah kaca di atmosfer, sinar matahari yang masuk atmosfer dapat diserap dan menghangatkan
udara. Suhu rata-rata di permukaan bumi naik 33°C lebih tinggi menjadi 15°C dari seandainya tidak ada efek rumah kaca (-
18°C), suhu yang terlalu dingin bagi kehidupan manusia.Efek rumah kaca disebabkan oleh gas-gas rumah
kaca.Beberapa kegiatan manusia, terutama produksi dan konsumsi energi (pembakaran bahan bakar fosil, penebangan
dan pembakaran hutan) menyebabkan peningkatan kadar gas-gas rumah kaca di atmosfer, sehingga meningkatkan efek
rumah kaca dan terjadi pemanasan global.Pembakaran bahan bakar fosil, penggundulan hutan, pemanasan
global. Istilah Efek Rumah Kaca Efek Rumah Kaca atau Greenhouse Effect merupakan istilah yang pada awalnya berasal
dari pengalaman para petani di daerah beriklim sedang yang menanam sayur-sayuran dan biji-bijian di dalam rumah
kaca. Pengalaman mereka menunjukkan bahwa pada siang hari pada waktu cuaca cerah, meskipun tanpa alat pemanas
suhu di dalam ruangan rumah kaca lebih tinggi dari pada suhu di luarnya.
Hal tersebut terjadi karena sinar matahari yang menembus kaca dipantulkan kembali oleh tanaman/tanah di dalam
ruangan rumah kaca sebagai sinar inframerah yang berupa panas. Sinar yang dipantulkan tidak dapat keluar ruangan
rumah kaca sehingga udara di dalam rumah kaca suhunya naik dan panas yang dihasilkan terperangkap di dalam
ruangan rumah kaca dan tidak tercampur dengan udara di luar rumah kaca. Akibatnya, suhu di dalam ruangan rumah
kaca lebih tinggi daripada suhu di luarnya dan hal tersebut dikenal sebagai efek rumah kaca. Efek rumah kaca dapat
pula terjadi di dalam mobil yang diparkir di tempat yang panas dengan jendela tertutup.Efek Rumah Kaca di Atmosfer
Pancaran sinar matahari yang sampai ke bumi (setelah melalui penyerapan oleh berbagai gas di atmosfer) sebagian
dipantulkan dan sebagian diserap oleh bumi. Bagian yang diserap akan dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar
inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di atmosfer akan diserap oleh gas-gas rumah kaca seperti uap air
(H2O) dan karbon dioksida (CO2) sehingga tidak terlepas ke luar angkasa dan menyebabkan panas terperangkap di
troposfer dan akhirnya mengakibatkan peningkatan suhu di lapisan troposfer dan di bumi. Hal tersebut menyebabkan
terjadinya efek rumah kaca di bumi.
Gas-gas Rumah Kaca
Gas-gas Rumah Kaca atau Greenhouse Gases adalah gas-gas yang menyebabkan terjadinya efek rumah kaca. Selain
uap air (H2O) Siklus Air dan karbon dioksida (CO2), terdapat gas rumah kaca lain di atmosfer, dan yang terpenting
berkaitan dengan pencemaran dan pemanasan global adalah metana (CH4), ozon (O3), dinitrogen oksida (N2O), dan
chlorofluoroc carbon (CFC) Perusakan Lapisan Ozon.
Gas Rumah Kaca dapat terbentuk secara alami maupun sebagai akibat pencemaran.
Gas Rumah Kaca di atmosfer menyerap sinar inframerah yang dipantulkan oleh bumi. Peningkatan kadar gas rumah
kaca akan meningkatkan efek rumah kaca yang dapat menyebabkan terjadinya pemanasan global. Uap air (H2O)
Uap air bersifat tidak terlihat dan harus dibedakan dari awan dan kabut yang terjadi ketika uap membentuk butir-butir air
Siklus Air. Sebenarnya uap air merupakan penyumbang terbesar bagi efek rumah kaca. Jumlah uap air dalam atmosfer
berada di luar kendali manusia dan dipengaruhi terutama oleh suhu global. Jika bumi menjadi lebih hangat, jumlah uap
air di atmosfer akan meningkat karena naiknya laju penguapan. Ini akan meningkatkan efek rumah kaca serta makin
mendorong pemanasan global.Karena jumlah uap air di atmosfer berada di luar kendali manusia (secara alami
keberadaan uap air sudah sangat banyak di atmosfer) maka peranan uap air dalam peningkatan efek rumah kaca tidak
akan dibahas lebih lanjut.Karbon dioksida (CO2)
Karbon dioksida adalah gas rumah kaca terpenting penyebab pemanasan global yang sedang ditimbun di atmosfer
karena kegiatan manusia. Sumbangan utama manusia terhadap jumlah karbon dioksida dalam atmosfer berasal dari
pembakaran bahan bakar fosil, yaitu minyak bumi, batu bara, dan gas bumi Energi.
Penggundulan hutan serta perluasan wilayah pertanian juga meningkatkan jumlah karbondioksida dalam atmosfer.
Namun selain efek rumah kaca tersebut, karbon dioksida juga memainkan peranan sangat penting untuk kehidupan
tanaman. Karbon dioksida diserap oleh tanaman dengan bantuan sinar matahari dan digunakan untuk pertumbuhan
tanaman dalam proses yang dikenal sebagai fotosintesis Energi. Proses yang sama terjadi di lautan di mana karbon
dioksida diserap oleh ganggang.Metana (CH4)
Metana adalah gas rumah kaca lain yang terdapat secara alami. Metana dihasilkan ketika jenis-jenis mikroorganisme
tertentu menguraikan bahan organik pada kondisi tanpa udara (anaerob). Gas ini juga dihasilkan secara alami pada saat
pembusukan biomassa di rawa-rawa sehingga disebut juga gas rawa. Metana mudah terbakar, dan menghasilkan
karbon dioksida sebagai hasil sampingan.
Kegiatan manusia telah meningkatkan jumlah metana yang dilepaskan ke atmosfer. Sawah merupakan kondisi ideal
bagi pembentukannya, di mana tangkai padi nampaknya bertindak sebagai saluran metana ke atmosfer. Meningkatnya
jumlah ternak sapi, kerbau dan sejenisnya merupakan sumber lain yang berarti, karena metana dihasilkan dalam perut
mereka dan dikeluarkan ketika mereka bersendawa dan kentut. Metana juga dihasilkan dalam jumlah cukup banyak di
tempat pembuangan sampah; sehingga menguntungkan bila mengumpulkan metana sebagai bahan bakar bagi ketel
uap untuk menghasilkan energi listrik.
Metana merupakan unsur utama dari gas bumi. Gas ini terdapat dalam jumlah besar pada sumur minyak bumi atau gas
bumi, juga terdapat kaitannya dengan batu bara Energi.Ozon (O3)
Ozon adalah gas rumah kaca yang terdapat secara alami di atmosfer (troposfer, stratosfer)
Perusakan Lapisan Ozon.
Di troposfer, ozon merupakan zat pencemar hasil sampingan yang terbentuk ketika sinar matahari bereaksi dengan gas
buang kendaraan bermotor. Ozon pada troposfer dapat mengganggu kesehatan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan
Perusakan Lapisan Ozon.
Dinitrogen oksida (N2O)
Dinitrogen oksida adalah juga gas rumah kaca yang terdapat secara alami. Dulunya gas ini digunakan sebagai anastasi
ringan, yang dapat membuat orang tertawa sehingga juga dikenal sebagai ‘gas tertawa’.
Tidak banyak diketahui secara terinci tentang asal dinitrogen oksida dalam atmosfer. Diduga bahwa sumber utamanya,
yang mungkin mencakup sampai 90 persen, merupakan kegiatan mikroorganisme dalam tanah. Pemakaian pupuk
nitrogen meningkatkan jumlah gas ini di atmosfer. Dinitrogen oksida juga dihasilkan dalam jumlah kecil oleh pembakaran
bahan bakar fosil (minyak bumi, batu bara, gas bumi).
Chloroflourocarbon (CFC)
Chlorofluorocarbon adalah sekelompok gas buatan. CFC mempunyai sifat-sifat, misalnya tidak beracun, tidak mudah
terbakar, dan amat stabil sehingga dapat digunakan dalam berbagai peralatan dan mulai digunakan secara luas setelah
Perang Dunia II. Chlorofluorocarbon yang paling banyak digunakan mempunyai nama dagang ‘Freon’.
Dua jenis chlorofluorocarbon yang umum digunakan adalah CFC R-11 dan CFC R-12. Zat-zat tersebut digunakan dalam
proses mengembangkan busa, di dalam peralatan pendingin ruangan dan lemari es selain juga sebagai pelarut untuk
membersihkan mikrochip.Pengaruh Gas-gas Rumah Kaca terhadap Terjadinya Efek Rumah Kaca
Pengaruh masing-masing gas rumah kaca terhadap terjadinya efek rumah kaca bergantung pada besarnya kadar gas
rumah kaca di atmosfer, waktu tinggal di atmosfer dan kemampuan penyerapan energi.
Peningkatan kadar gas rumah kaca akan meningkatkan efek rumah kaca yang dapat menyebabkan terjadinya
pemanasan global.Waktu tinggal gas rumah kaca di atmosfer juga mempengaruhi efektivitasnya dalam menaikkan suhu.
Makin panjang waktu tinggal gas di atmosfer, makin efektif pula pengaruhnya terhadap kenaikan suhu.
Nilai-nilai waktu tinggal gas rumah kaca di dalam atmosfer
Kemampuan Gas-gas Rumah Kaca dalam penyerapan panas (sinar inframerah) seiring dengan lamanya waktu tinggal di
atmosfer dikenal sebagai GWP, Greenhouse Warming Potential. GWP adalah suatu nilai relatif dimana karbon dioksida
diberi nilai 1 sebagai standar.
Zat-zat chlorofluorocarbon, misalnya, mempunyai nilai GWP lebih tinggi dari 10.000. Itu berarti bahwa satu molekul zat
chlorofluorocarbon mempunyai efek rumah kaca lebih tinggi dari 10.000 molekul karbon dioksida.
Dengan kata lain, makin tinggi nilai GWP suatu zat tertentu, makin efektif pula pengaruhnya terhadap kenaikan suhu.

Kamis, 15 Januari 2009

PENYEBAB, DAMPAK DAN UPAYA PENGENDALIAN HUJAN ASAM

Hujan asam adalah suatu masalah lingkungan yang serius yang benar-benar difikirkan oleh manusia. Ini merupakan masalah umum yang secara berangsur-angsur mempengaruhi kehidupan manusia. Istilah Hujan asam pertama kali diperkenalkan oleh Angus Smith ketika ia menulis tentang polusi industri di Inggris (Anonim, 2001). Tetapi istilah hujan asam tidaklah tepat, yang benar adalah deposisi asam.

Deposisi asam ada dua jenis, yaitu deposisi kering dan deposisi basah. Deposisi kering ialah peristiwa kerkenanya benda dan mahluk hidup oleh asam yang ada dalam udara. Ini dapat terjadi pada daerah perkotaan karena pencemaran udara akibat kendaraan maupun asap pabrik. Selain itu deposisi kering juga dapat terjadi di daerah perbukitan yang terkena angin yang membawa udara yang mengandung asam. Biasanya deposisi jenis ini terjadi dekat dari sumber pencemaran.

Deposisi basah ialah turunnya asam dalam bentuk hujan. Hal ini terjadi apabila asap di dalam udara larut di dalam butir-butir air di awan. Jika turun hujan dari awan tadi, maka air hujan yang turun bersifat asam. Deposisi asam dapat pula terjadi karena hujan turun melalui udara yang mengandung asam sehingga asam itu terlarut ke dalam air hujan dan turun ke bumi. Asam itu tercuci atau wash out. Deposisi jenis ini dapat terjadi sangat jauh dari sumber pencemaran.
Hujan secara alami bersifat asam karena Karbon Dioksida (CO2) di udara yang larut dengan air hujan memiliki bentuk sebagai asam lemah. Jenis asam dalam hujan ini sangat bermanfaat karena membantu melarutkan mineral dalam tanah yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan binatang.

Hujan pada dasarnya memiliki tingkat keasaman berkisar pH 5, apabila hujan terkontaminasi dengan karbon dioksida dan gas klorine yang bereaksi serta bercampur di atmosphere sehingga tingkat keasaman lebih rendah dari pH 5, disebut dengan hujan asam.

Pada dasarnya Hujan asam disebabkan oleh 2 polutan udara, Sulfur Dioxide (SO2) dan nitrogen oxides (NOx) yang keduanya dihasilkan melalui pembakaran. Akan tetapi sekitar 50% SO2 yang ada di atmosfer diseluruh dunia terjadi secara alami, misalnya dari letusan gunung berapi maupun kebakaran hutan secara alami. Sedangkan 50% lainnya berasal dari kegiatan manusia, misalnya akibat pembakaran BBF, peleburan logam dan pembangkit listrik. Minyak bumi mengadung belerang antara 0,1% sampai 3% dan batubara 0,4% sampai 5%. Waktu BBF di bakar, belerang tersebut beroksidasi menjadi belerang dioksida (SO2) dan lepas di udara. Oksida belerang itu selanjutnya berubah menjadi asam sulfat (Soemarwoto O, 1992).

Kadar SO2 tertinggi terdapat pada pusat industri di Eropa, Amerika Utara dan Asia Timur. Di Eropa Barat, 90% SO2 adalah antrofogenik. Di Inggris, 2/3 SO2 berasal dari pembangkit listrik batu bara, di Jerman 50% dan di Kanada 63% (Anonim, 2005). 

Menurut Soemarwoto O (1992), 50% nitrogen oxides terdapat di atmosfer secara alami, dan 50% lagi juga terbentuk akibat kegiatan manusia, terutama akibat pembakaran BBF. Pembakaran BBF mengoksidasi 5-50% nitrogen dalam batubara , 40-50% nitrogen dalam minyak berat dan 100% nitrogen dalam mkinyak ringan dan gas. Makin tinggi suhu pembakaran, makin banyak Nox yang terbentuk. 

Selain itu NOx juga berasal dari aktifitas jasad renik yang menggunakan senyawa organik yang mengandung N. Oksida N merupakan hasil samping aktifitas jasad renik itu. Di dalam tanah pupuk N yang tidak terserap tumbuhan juga mengalami kimi-fisik dan biologik sehingga menghasilkan N. Karena itu semakin banyak menggunakan pupuk N, makin tinggi pula produksi oksida tersebut.

Senyawa SO2 dan NOx ini akan terkumpul di udara dan akan melakukan perjalanan ribuan kilometer di atsmosfer, disaat mereka bercampur dengan uap air akan membentuk zat asam sulphuric dan nitric. Disaat terjadinya curah hujan, kabut yang membawa partikel ini terjadilah hujam asam. Hujan asam juga dapat terbentuk melalui proses kimia dimana gas sulphur dioxide atau sulphur dan nitrogen mengendap pada logam serta mongering bersama debu atau partikel lainnya (Anonim. 2005).

2.2 Dampak Hujan Asam 

Terjadinya hujan asam harus diwaspadai karena dampak yang ditimbulkan bersifat global dan dapat menggangu keseimbangan ekosistem. Hujan asam memiliki dampak tidak hanya pada lingkungan biotik, namun juga pada lingkungan abiotik, antara lain :

Danau
Kelebihan zat asam pada danau akan mengakibatkan sedikitnya species yang bertahan. Jenis Plankton dan invertebrate merupakan mahkluk yang paling pertama mati akibat pengaruh pengasaman. Apa yang terjadi jika didanau memiliki pH dibawah 5, lebih dari 75 % dari spesies ikan akan hilang (Anonim, 2002). Ini disebabkan oleh pengaruh rantai makanan, yang secara signifikan berdampak pada keberlangsungan suatu ekosistem. Tidak semua danau yang terkena hujan asam akan menjadi pengasaman, dimana telah ditemukan jenis batuan dan tanah yang dapat membantu menetralkan keasaman.

Tumbuhan dan Hewan
Hujan asam yang larut bersama nutrisi didalam tanah akan menyapu kandungan tersebut sebelum pohon-pohon dapat menggunakannya untuk tumbuh. Serta akan melepaskan zat kimia beracun seperti aluminium, yang akan bercampur didalam nutrisi. Sehingga apabila nutrisi ini dimakan oleh tumbuhan akan menghambat pertumbuhan dan mempercepat daun berguguran, selebihnya pohon-pohon akan terserang penyakit, kekeringan dan mati. Seperti halnya danau, Hutan juga mempunyai kemampuan untuk menetralisir hujan asam dengan jenis batuan dan tanah yang dapat mengurangi tingkat keasaman.
Pencemaran udara telah menghambat fotosintesis dan immobilisasi hasil fotosintesis dengan pembentukan metabolit sekunder yang potensial beracun. Sebagai akibatnya akar kekurangan energi, karena hasil fotosintesis tertahan di tajuk. Sebaliknya tahuk mengakumulasikan zat yang potensial beracun tersebut. Dengan demikian pertumbuhan akar dan mikoriza terhambat sedangkan daunpun menjadi rontok. Pohon menjadi lemah dan mudah terserang penyakit dan hama.
Penurunan pH tanah akibat deposisi asam juga menyebabkan terlepasnya aluminium dari tanah dan menimbulkan keracunan. Akar yang halus akan mengalami nekrosis sehingga penyerapan hara dan iar terhambat. Hal ini menyebabkan pohon kekurangan air dan hara serta akhirnya mati. Hanya tumbuhan tertentu yang dapat bertahan hidup pada daerah tersebut, hal ini akan berakibat pada hilangnya beberapa spesies. Ini juga berarti bahwa keragaman hayati tamanan juga semakin menurun.

Kadar SO2 yang tinggi di hutan menyebabkan noda putih atau coklat pada permukaan daun, jika hal ini terjadi dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan kematian tumbuhan tersebut. Menurut Soemarmoto (1992), dari analisis daun yang terkena deposisi asam menunjukkan kadar magnesium yang rendah. Sedangkan magnesium merupakan salah satu nutrisi assensial bagi tanaman. Kekurangan magnesium disebabkan oleh pencucian magnesium dari tanah karena pH yang rendah dan kerusakan daun meyebabkan pencucian magnesium di daun.

Sebagaimana tumbuhan, hewan juga memiliki ambang toleransi terhadap hujan asam. Spesies hewan tanah yang mikroskopis akan langsung mati saat pH tanah meningkat karena sifat hewan mikroskopis adalah sangat spesifik dan rentan terhadap perubahan lingkungan yang ekstrim. Spesies hewan yang lain juga akan terancam karena jumlah produsen (tumbuhan) semakin sedikit. Berbagai penyakit juga akan terjadi pada hewan karena kulitnya terkena air dengan keasaman tinggi. Hal ini jelas akan menyebabkan kepunahan spesies. 

Kesehatan Manusia
Dampak deposisi asam terhadap kesehatan telah banyak diteliti, namun belum ada yang nyata berhubungan langsung dengan pencemaran udara khususnya oleh senyawa Nox dan SO2. Kesulitan yang dihadapi dkarenakan banyaknya faktor yang mempengaruhi kesehatan seseorang, termasuk faktor kepekaan seseorang terhadap pencemaran yang terjadi. Misalnya balita, orang berusia lanjut, orang dengan status gizi buruk relatif lebih rentan terhadap pencemaran udara dibandingkan dengan orang yang sehat. 

Berdasarkan hasil penelitian, sulphur dioxide yang dihasilkan oleh hujan asam juga dapat bereaksi secara kimia didalam udara, dengan terbentuknya partikel halus suphate, yang mana partikel halus ini akan mengikat dalam paru-paru yang akan menyebabkan penyakit pernapasan. Selain itu juga dapat mempertinggi resiko terkena kanker kulit karena senyawa sulfat dan nitrat mengalami kontak langsung dengan kulit.

Korosi
Hujan asam juga dapat mempercepat proses pengkaratan dari beberapa material seperti batu kapur, pasirbesi, marmer, batu pada diding beton serta logam. Ancaman serius juga dapat terjadi pada bagunan tua serta monument termasuk candi dan patung. Hujan asam dapat merusak batuan sebab akan melarutkan kalsium karbonat, meninggalkan kristal pada batuan yang telah menguap. Seperti halnya sifat kristal semakin banyak akan merusak batuan. 

2.3 Upaya Pengendalian Deposisi Asam

Usaha untuk mengendalikan deposisi asam ialah menggunakan bahan bakar yang mengandung sedikit zat pencemae, menghindari terbentuknya zat pencemar saar terjadinya pembakaran, menangkap zat pencemar dari gas buangan dan penghematan energi. 

a. Bahan Bakar Dengan kandungan Belerang Rendah
Kandungan belerang dalam bahan bakar bervariasi. Masalahnya ialah sampai saat ini Indonesia sangat tergantung dengan minyak bumi dan batubara, sedangkan minyak bumi merupakan sumber bahan bakar dengan kandungan belerang yang tinggi.
Penggunaan gas asalm akan mengurangi emisi zat pembentuk asam, akan tetapi kebocoran gas ini dapat menambah emisi metan. Usaha lain yaitu dengan menggunakan bahan bakar non-belerang misalnya metanol, etanol dan hidrogen. Akan tetapi penggantian jenis bahan bakar ini haruslah dilakukan dengan hati-hati, jika tidak akan menimbulkan masalah yang lain. Misalnya pembakaran metanol menghasilkan dua sampai lima kali formaldehide daripada pembakaran bensin. Zat ini mempunyai sifat karsinogenik (pemicu kanker). 

b. Mengurangi kandungan Belerang sebelum Pembakaran
Kadar belarang dalam bahan bakar dapat dikurangi dengan menggunakan teknologi tertentu. Dalam proses produksi, misalnya batubara, batubara diasanya dicuci untukk membersihkan batubara dari pasir, tanah dan kotoran lain, serta mengurangi kadar belerang yang berupa pirit (belerang dalam bentuk besi sulfida( sampai 50-90% (Soemarwoto, 1992).

c. pengendalian Pencemaran Selama Pembakaran
Beberapa teknologi untuk mengurangi emisi SO2 dan Nox pada waktu pembakaran telah dikembangkan. Slah satu teknologi ialah lime injection in multiple burners (LIMB). Dengan teknologi ini, emisi SO2 dapat dikurangi sampai 80% dan NOx 50%.

Caranya dengan menginjeksikan kapur dalam dapur pembakaran dan suhu pembakaran diturunkan dengan alat pembakar khusus. Kapur akan bereaksi dengan belerang dan membentuk gipsum (kalsium sulfat dihidrat). Penuruna suhu mengakibatkan penurunan pembentukan Nox baik dari nitrogen yang ada dalam bahan bakar maupun dari nitrogen udara.

Pemisahan polutan dapat dilakukan menggunakan penyerap batu kapur atau Ca(OH)2. Gas buang dari cerobong dimasukkan ke dalam fasilitas FGD. Ke dalam alat ini kemudian disemprotkan udara sehingga SO2 dalam gas buang teroksidasi oleh oksigen menjadi SO3. Gas buang selanjutnya "didinginkan" dengan air, sehingga SO3 bereaksi dengan air (H2O) membentuk asam sulfat (H2SO4). Asam sulfat selanjutnya direaksikan dengan Ca(OH)2 sehingga diperoleh hasil pemisahan berupa gipsum (gypsum). Gas buang yang keluar dari sistem FGD sudah terbebas dari oksida sulfur. Hasil samping proses FGD disebut gipsum sintetis karena memiliki senyawa kimia yang sama dengan gipsum alam.

d. Pengendalian Setelah Pembakaran
Zat pencemar juga dapat dikurangi dengan gas ilmiah hasil pembakaran. Teknologi yang sudah banyak dipakai ialah fle gas desulfurization (FGD) (Akhadi, 2000. Prinsip teknologi ini ialah untuk mengikat SO2 di dalam gas limbah di cerobong asap dengan absorben, yang disebut scubbing (Sudrajad, 2006). Dengan cara ini 70-95% SO2 yang terbentuk dapat diikat. Kerugian dari cara ini ialah terbentuknya limbah. Akan tetapi limbah itu dapat pula diubah menjadi gipsum yang dapat digunakan dalam berbagai industri. Cara lain ialah dengan menggunakan amonia sebagai zat pengikatnya sehingga limbah yang dihasilkan dapat dipergunakan sebagi pupuk.
Selain dapat mengurangi sumber polutan penyebab hujan asam, gipsum yang dihasilkan melalui proses FGD ternyata juga memiliki nilai ekonomi karena dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, misal untuk bahan bangunan. Sebagai bahan bangunan, gipsum tampil dalam bentuk papan gipsum (gypsum boards) yang umumnya dipakai sebagai plafon atau langit-langit rumah (ceiling boards), dinding penyekat atau pemisah ruangan (partition boards) dan pelapis dinding (wall boards). 

Amerika Serikat merupakan negara perintis dalam memproduksi gipsum sintetis ini. Pabrik wallboard dari gipsum sintetis yang pertama di AS didirikan oleh Standard Gypsum LLC mulai November tahun 1997 lalu. Lokasi pabriknya berdekatan dengan stasiun pembangkit listrik Tennessee Valley Authority (TVA) di Cumberland yang berkapasitas 2600 megawatt. 

Produksi gipsum sintetis merupakan suatu terobosan yang mampu mengubah bahan buangan yang mencemari lingkungan menjadi suatu produk baru yang bernilai ekonomi. Sebagai bahan wallboard, gipsum sintetis yang diproduksi secara benar ternyata memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan gipsum yang diperoleh dari penambangan. Gipsum hasil proses FGD ini memiliki ukuran butiran yang seragam. Mengingat dampak positifnya cukup besar, tidak mustahil suatu saat nanti, setiap PLTU batu bara akan dilengkapi dengan pabrik gipsum sintetis.

d. Mengaplikasikan prinsip 3R (Reuse, Recycle, Reduce)
Hendaknya prinsip ini dijadikan landasan saat memproduksi suatu barang, dimana produk itu harus dapat digunakan kembali atau dapat didaur ulang sehingga jumlah sampah atau limbah yang dihasilkan dapat dikurangi. Teknologi yang digunakan juga harus diperhatikan, teknologi yang berpotensi mengeluarkan emisi hendaknya diganti dengan teknologi yang lebih baik dan bersifat ramah lingkungan. Hal ini juga berkaitan dengan perubahan gaya hidup, kita sering kali berlomba membeli kendaraan pribadi, padahal transportasilah yang merupakan penyebab tertinggi pencemaran udara. Oleh karena itu kita harus memenuhi kadar baku mutu emisi, baik di industri maupun transportasi.